Penulis: Dr. Wahyuningsih, S.Kep., Ns., M.Kep.

Perilaku seksual berisiko, seperti hubungan seksual pra-nikah pada remaja, merupakan masalah serius yang berdampak pada kehamilan di luar nikah dan aborsi tidak aman. Di Indonesia, diperkirakan 30% dari 2,3 juta kasus aborsi tahunan dilakukan oleh remaja. Meskipun Pemerintah telah mengatur upaya preventif dan promotif kesehatan reproduksi (melalui PP No. 61 Tahun 2014 dan UU No. 36 Tahun 2009), data lapangan menunjukkan dampak regulasi tersebut belum maksimal. Hal ini mengindikasikan bahwa peran lingkungan terdekat remaja, terutama orang tua, sangat krusial dalam pencegahan.

Peran orang tua menjadi hal yang sangat penting untuk mencegah perilaku seksual beresiko. Dua di antaranya adalah tentang pola asuh dan kelekatan. Pola asuh memiliki beberapa komponen, yaitu:

1) pengawasan (sebaiknya orangtua tidak hanya mengawasi anak dengan cara memantau temannya saja);

2) kontrol perilaku dan kedisiplinan (adanya aturan yang dibuat untuk dilaksanakan anak misalnya tidak boleh main lebih dari jam 9 malam);

3) sikap terhadap pelanggaran (tidak menyikapi kesalahan anak dengan marah atau emosi);

4) pengasuhan (mencukupi kebutuhan finansial dan Pendidikan saja tidak cukup untuk pengasuhan kepada anak, perlu dilengkapi dengan pendidikan agama, akhlak, norma, kasih saya, dan dapat menjadi teman bagi anak.

Yang kedua adalah kelekatan (attachment), terdiri dari komponen:

1) kepercayaan (kepercayaan penuh yang diberikan orangtua kepada anak);

2) komunikasi dan keterbukaan (merupakan komponen kritis, dan orang tua wajib memiliki komunikasi dan keterbukaan dengan anak karena saat ini anak cenderung kurang terbuka dengan orang tua dan lebih nyaman bercerita dengan teman);

3) pengasingan (alienation) terdiri dari komponen:

     1) kedekatan (kelekatan kepada orangtua sebaiknya dapat setara tidak hanya lekat kepada ibu saja atau ayah saja, hal ini                penting untuk perkembangan anak);

     2) mengenali masalah (orangtua terkadang tidak mampu mengenali ketika anak sedan gada masalah, hal ini disebabkan                  karena kurangnya keterbukaan);

     3) sikap terhadap masalah (kebanyakan orantua akan cuek terhadap permasalahan anak hanya karena anak tidak terbuka,              dan menganggap dengan tidak bercerita maka anak dapat mengatasi masalahnya).

Seluruh komponen tersebut merupakan hal yang sangat penting dan sebaiknya dilakukan oleh orangtua agar anak terhindar dari perilaku seksual beresiko.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada tahun 2018 di Trirenggo, Bantul orangtua telah menjalankan pengawasan dan kontrol, tetapi belum optimal dalam dimensi emosional dan komunikasi. Kegagalan orang tua untuk menjadi sosok teman yang aman dan nyaman bagi anak, ditambah dengan faktor kesibukan, menciptakan jarak emosional. Hal ini membuat remaja mencari validasi, kenyamanan, dan ruang bercerita kepada teman sebaya, yang berpotensi menjerumuskan mereka pada perilaku berisiko. Perlu adanya tindak lanjut dari hasil penelitian ini, berupa peningkatan kesadaran orangtua dan anak remaja untuk saling terbuka dan tidak mendahulukan ego masing-masing.

Pesan kami untuk para orangtua dan anak remaja, jadilah teman yang saling terbuka dan saling memahami serta saling melengkapi. Wujudkan keluarga berkualitas melalui pola asuh dan kelekatan yang tentunya dimulai sejak anak usia sebelum remaja. Selalu cintai keluarga kalian karena setelah sibuknya dunia di luar rumah, maka kalian akan kembali ke keluarga, dan merekalah yang akan menerima kita apapun kondisinya.

Kata kunci: Prodi Pendidikan Profesi Ners Terbaik di Jogja, Perilaku seksual pra nikah, keluarga berkualitas